Belajar Ilmu Ikhlas
Dalam cerita fiksi “Kiamat sudah dekat”, ilmu Ikhlas menjadi ilmu tingkat tinggi yang menjad isyarat utama seorang awwam saat ingin mengemukakan niat baiknya untuk menikahi pujaan hatinya dari putri seorang tokoh masyarakat.
Ilmu ikhlas bukan hanya dongeng belaka yang muncul sebagai syarat utama dalam film Kiamat sudah dekat karya fenomenal bang haji (ungkapan untuk Kang Dedy Miswar), ilmu ikhlas perlu dimiliki setiap hamba, karena hanya dengan keihklasan masa segala bentu amal ibadah menjadi bernilai dihadapan Rabbul ‘Alamin, karena tanpa keikhlasan hidup didunia tak akan berguna, banyak amal hanya akan menyesakkan jiwa. Lalu bagaimana sebenarnya ilmu Ikhlas itu???
Berikut coba kami uraikan satu persatu dari sumber karya Dr. Abdul Muhsin Al – Qasim (Kunci-kunci Surga, 40 Tips Kebahagiaan Dunia dan Akhirat). InsyaALLAH.
Ikhlas Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan
Kekayaan seorang hamba diperoleh saat menaati Rabb-nya dan menghadap kepada-Nya serta mengikhlaskan amal hanya kepada-Nya. Hal ini merupakan tanda kemulian, ketinggian tekad, kecerdasan akal dan jalan menuju kebahagiaan. Suatu perkara keberadaannya tak akan sempurna dan mendapatkan berkah, kecuali dengan lurusnya tujuan dan niat. Dalam masalah ini, Allah telah memerintahkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw, untuk berbuat ikhlas melalui lebih dari satu ayat. Dia berfirman kepada beliau:
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al-Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (Az-Zumar:2).
“Katakanlah, sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama” (Az-Zumar:11)
“Katakanlah, hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku” (Az-Zumar:14)
Dengan demikian, benarnya amal itu berawal dari lurusnya niat, sedangkan lurusnya niat berawal dari bersihnya hati.
Selain yang telah disebutkan diatas, ikhlas dan berittiba’ (mengikuti sunnah Rasul) juga merupakan dasar diterimanya amal di sisi Allah. Ibnu Mas’ud berkata, “Perkataan dan Perbuatan tak akan diterima Allah, kecuali jika disertai niat, sedangkan perkataan, perbuatan dan niat, keberadaannya juga tidak akan bermanfaat, kecuali kalau sesuai dengan sunnah.”
Tetapi persoalannya, ikhlas itu sangatlahberat dilaksanakan jika dikaitkan dengan ibadah. Ibnu Jauzi berkata, “Betapa sedikitnya orang yang beramal dengan ikhlas hanya untuk Allah SWT. Hal ini terjadi karena mayoritas manusia suka kalau ibadah mereka kelihatan”
Ibnu Rajab berkata, “Riya’ murni itu hampir tak muncul dalam diri seorang mukmin dalam pelaksanaan sholat dan puasa wajib. Akan tetapi, terkadang ia justru hadir dalam penunaian zakat dan haji atau amal-amal lainnya yang nampak atau yang jelas manfaatnya. Dengan kata lain, ikhlas dalam peribadatan merupakan perkara yang sangat berat. Namun demikian, seorang Muslim tentunya tak akan ragu, bahwa amalseperti itu akan sia-sia dan pelakunya berhak mendapatkan murka dan hukuman dari Allah.”
Sebagian ulama, seperti Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Al-Maqdisi dalam kitab ‘Umdatul Ahkam, Al-Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah dan Mashabihus Sunnah, serta An-Nawawi dalam kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah. Mereka memulai tulisan-tulisannya dengan hadits, “Innamal a’malu bin niyat”. Ini merupakan isyarat dari mereka bahwa keikhlasan dalam beramal adalah suatu yang urgen.
Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Aku tak pernah menangani masalah yang menurutku lebih berat selain muluruskan niat. Sebab keberadaannya selalu berbolak-balik pada diriku”. Amal tanpa disertai niat yang ikhlas mencari wajah Allah merupakan upaya dan usaha yang sia-sia dan tertolak. Allah SWT adalah Zat yang Mahakaya dan Mahaterpuji, Dia tidak akan menerima amal, kecuali ikhlas untuk-Nya.
Abu Umamah Al-Bahiliy ra. Berkata, “Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw lalu bertanya. “Wahai Rasulullah saw, bagaimana pendapat baginda mengenai seseorang yang berperang demi mendapatkan pahala dan pujian?”Rasulullah saw menjawab, “Tiada pahala apapun untuknya.”orang itu mengulang pertannyaan kepada beliau sebanyak tiga kali, dan Rasulullah saw tetap menjawab, “Tiada pahala apapun untuknya”
Selanjutnya, Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya, Allah tidak akan menerima amalan, kecuali jika amalan itu ikhlas untuk-Nya dan yang dicari dengan amalan itu adalah wajah (keridhaan) Allah” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i. dihasankan Al-Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib,2 [1331])
Sabda Rasulullah lainnya dalam hadits qudsi:
“Aku adalah Zat yang sangat tidak membutuhkan para sekutu, barangsiapa mengerjakan amalan yang didalamnya ia mensekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku akan meninggalkannya berikut sekutunya”. (HR Muslim)
Selasa, 23 Februari 2010
BELAJAR ILMU IKHLAS
Diposting oleh Vi vie islami di 2/23/2010 08:22:00 PM
Label: ilmu agama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar